Kamis, 09 Maret 2017

JANGAN MUNAFIK

Setiap muslim yang taat menjalankan ibadah sholat lima waktu maka sedikitnya dalam satu hari telah berikrar dihadapan Allah sebanyak 5 (lima ) kali, dalam do’a iftitah Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati Lillahi Rabbil "alamiin ( Sesungguhnya Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah, Tuhan seluruh alam ). Berangkat dari ikrar ini seharusnya setiap muslim itu teguh memegangnya erat-erat dan selalu mengimplementasikan dalam setiap gerak hidupnya. Jika sholat kita selama ini hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja dan hanya kegiatan rutinitas saja, maka bersegeralah meneguhkan niat dan keyakinan bahwa selama kita sholat Allah pasti menyaksikannya. Yang pada akhirnya, kedekatan hamba dengan Allah Illahi Rabbi dapat dirajut melalui sholat yang khusuk dan tuma’ninah. Begitu juga dengan segala aktifitas hidup ini jika semuanya dilakukan hanya karena Allah semata, maka In Sya Allah akan bernilai ibadah. Kita tidak pernah tahu kapan Allah akan menghentikan umur ini, selama nafas masih menyertai jiwa maka seharusnya kita manfaatkan sebaik mungkin dengan waktu yang masih tersisa ini. Janganlah kita termasuk manusia-manusia yang rugi !!!! , seperti yang disebutkan dalam QS Al Ashr.  Semoga kita semua selalu ingat pada ikrar itu dan tidak mengingkarinya, sehingga kita tidak tergolong dalam manusia-manusia munafik.

KISAH NYATAKU PASCA GEMPA YOGYAKARTA

Dua hari setelah bencana gempa bumi yogyakarta, saya ditugaskan ke daerah Bantul untuk membantu masyarakat yang terdampak akibat bencana tersebut. Banyak sekali rumah penduduk yang roboh total, setengah roboh dan rusak sebagian. Saya bersama kawan-kawan yang tergabung dalam satu satgas bertugas membantu merapihkan puing-puing bangunan dan mendirikan tenda-tenda darurat untuk tempat tinggal penduduk. Di hari-hari pertama saya masih sering merasakan gempa-gempa susulan, sehingga satgas memutuskan untuk tinggal di tenda-tenda yang didirikan di sebuah lapangan sepak bola. Dapur-dapur lapangan juga kami buat di tanah-tanah lapang yang ada, untuk mengantisipasi adanya gempa susulan yang mungkin bisa mencelakakan kami. Kegiatan belanja bahan makanan selalu kita lakukan setiap hari untuk mendukung kebutuhan logistik makan dan minum. Pada suatu hari saya ingin melihat langsung ke pasar tempat dimana kawan-kawan bagian perbekalan belanja, tepatnya di pasar Giwangan Yogyakarta. Waktu itu keadaan pasar tidak begitu ramai , maklumlah sebagian masih trauma dengan adanya gempa tersebut, bahkan sebagian pasar giwanganpun juga retak-retak di sebagian dindingnya. Sambil menunggu kawan-kawan belanja, sayapun ingin ngopi di sebuah warung kopi. Saya pesan kopi hitam dan ngemil beberapa gorengan yang ada. Saat asyik menikmati gorengan, tiba-tiba saya melihat seorang Laki-laki tua renta dengan pakaian yang sudah kusam yang berjalan menggunakan alat bantu yang ditumpukan pada kedua ketiaknya. Kakek ini berjalan menuju ke saya yang sedang asyik duduk, tanpa menunggu aba2 dan hanya atas dorongan iba/ kasihan sayapun berdiri dari tempat duduk dan menghampirinya sambil menyodorkan uang lembaran 10 ribuan ( Karena maaf saya menyangka kalau kakek tersebut mau minta sesuatu ). Namun betapa terkejut dan malunya saya, saat kakek itu menolak pemberian saya, sambil berkata dalam bhs jawa "Mas, kulo niki mboten ngemis, wong yotro kulo sampun kathah kok" ( Bhs. Indonesia : "Mas, saya ini tidak mengemis, uang saya sudah banyak kok" ), sambil membuka bungkusan plastik kusam yang dilipat-lipat di balik sarungnya. Lebih kaget lagi saya melihat lipatan uang seratus ribuan yang cukup tebal di dalamnya. Sayapun langsung minta maaf pada kakek tersebut dan segera saja saya selesaikan acara ngopinya ( walupun kopinya masih cukup panas), karena kakek itu duduk di sebelah saya sambil pesan kopi juga. Betapa malunya saya yang sudah salah menilai orang hanya karena tampilan fisiknya.